Minggu, 20 Desember 2009

Sastra Melayu

Sastra Melayu Klasik bermula pada abad ke-16 Masehi. Semenjak itu sampai sekarang gaya bahasanya tidak banyak berubah.

Dokumen pertama yang ditulis dalam bahasa Melayu klasik adalah sepucuk surat dari raja Ternate, Sultan Abu Hayat kepada raja João III di Portugal dan bertarikhkan tahun 1521 Masehi.





Daftar bentuk sastra Melayu
Gurindam


Gurindam adalah satu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama, yang merupakan satu kesatuan yang utuh. Baris pertama berisikan semacam soal, masalah atau perjanjian dan baris kedua berisikan jawabannya atau akibat dari masalah atau perjanjian pada baris pertama tadi.

Gurindam Lama

contoh :

Pabila banyak mencela orang
Itulah tanda dirinya kurang


Dengan ibu hendaknya hormat
Supaya badan dapat selamat

Gurindam Dua Belas

Kumpulan gurindam yang dikarang oleh Raja Ali Haji dari Kepulauan Riau. Dinamakan Gurindam Dua Belas oleh karena berisi 12 pasal, antara lain tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak terhadap orang tua, tugas orang tua kepada anak, budi pekerti dan hidup bermasyarakat.

Hikayat


Hikayat adalah salah satu bentuk sastra prosa yang berisikan tentang kisah, cerita, dongeng maupun sejarah. Umumnya mengisahkan tentang kehebatan maupun kepahlawanan seseorang lengkap dengan keanehan, kesaktian serta mukjizat tokoh utama.

Karmina

Karmina atau dikenal dengan nama pantun kilat adalah pantun yang terdiri dari dua baris. Baris pertama merupakan sampiran dan baris kedua adalah isi. Memiliki pola sajak lurus (a-a). Biasanya digunakan untuk menyampaikan sindiran ataupun ungkapan secara langsung.

Contoh

Sudah gaharu cendana pula Sudah tahu masih bertanya pula

Pantun

Pantun merupakan sejenis puisi yang terdiri atas 4 baris bersajak a-b-a-b atau a-a-a-a. Dua baris pertama merupakan sampiran, yang umumnya tentang alam (flora dan fauna); dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut.

Contoh Pantun

Kayu cendana diatas batu
Sudah diikat dibawa pulang
Adat dunia memang begitu
Benda yang buruk memang terbuang

Seloka


Seloka merupakan bentuk puisi Melayu Klasik, berisikan pepetah maupun perumpamaan yang mengandung senda gurau, sindiran bahkan ejekan. Biasanya ditulis empat baris memakai bentuk pantun atau syair, terkadang dapat juga ditemui seloka yang ditulis lebih dari empat baris.

contoh seloka 4 baris:

anak pak dolah makan lepat,

makan lepat sambil melompat,

nak hantar kad raya dah tak sempat,

pakai sms pun ok wat ?


contoh seloka lebih dari 4 baris:

Baik budi emak si Randang
Dagang lalu ditanakkan
Tiada berkayu rumah diruntuhkan
Anak pulang kelaparan
Anak dipangku diletakkan
Kera dihutan disusui

Syair


Syair adalah puisi atau karangan dalam bentuk terikat yang mementingkan irama sajak. Biasanya terdiri dari 4 baris, berirama aaaa, keempat baris tersebut mengandung arti atau maksud penyair (pada pantun, 2 baris terakhir yang mengandung maksud)


Talibun

Talibun adalah sejenis puisi lama seperti pantun karena mempunyai sampiran dan isi, tetapi lebih dari 4 baris ( mulai dari 6 baris hingga 20 baris). Berirama abc-abc, abcd-abcd, abcde-abcde, dan seterusnya.

Contoh Talibun :

Kalau anak pergi ke pekan
Yu beli belanak beli
Ikan panjang beli dahulu
Kalau anak pergi berjalan
Ibu cari sanakpun cari
Induk semang cari dahulu

Sumber : Wikipedia

Selamat Datang di Kastil Hitam

Oleh Dini Ardianty


Wuuzzzz....
Angin malam memainkan rambutku. Aduh, padahal aku baru saja merapikannya di salon. Jangan biarkan rambutku terlihat kusut. Aku berhenti sejenak. Duduk di salah satu kursi pinggiran jalan. Kemudian aku mengeluarkan satu set peralatan make-up yang tersimpan di tas baruku yang mermotif Jack-O Lentern. Itu lho, hiasan dari labu meringis yang menjadi simbol Halloween.
Hmm... kurasa penampilanku sudah cukup menarik. Hanya saja aku perlu berhati-hati agar rambutku tak lagi berantakan karena perjalanan masih jauh. Sekitar dua blok lagi.
“Hai, Nona!” sapa pemuda di dalam van merah yang berhenti tepat di depanku. Ah, paling-paling cuma iseng. Biasalah, dengan penampilan layaknya primadona seperti ini lelaki mana sih yang takkan berhenti sejenak untuk sekedar melirik.
“Kau mau kemana?” tanyanya lagi. Aku berusaha untuk tak menghiraukannya. Aku tak mau ambil resiko. Apalagi belum genap tiga bulan aku tinggal di negeri antah berantah ini. Sebenarnya aku tak ingin bekerja di sini, tapi mau apa lagi, lapangan pekerjaan di tanah air tak lagi ramah untuk seniman operet sepertiku. Dan di sinilah aku melangkah, Transylvania. Tempat di mana operet masih menjadi hiburan nomor satu. Tempat asing yang tak pernah terpikir olehku sebelumnya. Dan juga tempat di mana cerita Drakula lahir. Tak heran Transylvania menjadi jajakan turis saat perayaan Halloween seperti ini. Karena di sini Halloween menjadi daya tarik tersendiri. Mereka menyambutnya dengan suka cita. Mereka juga biasanya memanggil arwah nenek moyang. Seakan itu adalah hal yang sakral. Di perayaan Halloween, semua orang seakan mengingat peristiwa mengerikan yang dulu pernah terjadi. Sembilan ratus sembilan puluh sembilan nyawa melayang di malam perayaan Halloween. Konon, mereka meninggal karena mengadakan pesta kostum Drakula. Ugh, aku juga tak tahu cerita itu benar atau tidak. Karena peristiwa itu terjadi pada tahun 1900, tiga tahun setelah Bram Stoker menceritakan tokoh Drakula dalam novelnya.

“Hai nona, ikutlah denganku. Aku tahu kau juga akan pergi ke Kastil Hitam,” ujar pemuda berkostum Drakula itu lagi.
“Bagaimana kau tahu?” tanyaku akhirnya.
“Ayolah, semua orang menuju ke Kastil Hitam sekarang. Jalannya menanjak, jika kau tak naik mobil kau pasti akan lelah. Hai, aku ini orang baik-baik, jangan khawatir!” Ia membukakan pintu depan mobil. Benar juga, jika aku tetap ngotot jalan kaki, dandananku akan berantakan nantinya!
“Kau berubah pikiran?” tanyanya lagi. Tanpa banyak bicara lagi aku duduk di kursi depan.
”Terima kasih.” Ujarku. Pemuda itu hanya menaikkan alisnya.
“Jadi, siapa namamu? Sepertinya kau bukan orang sini. Dari mana asalmu? Amerika? Asia?”
“Indonesia,” potongku singkat. Pemuda ini banyak omong banget sih. Ingin aku membungkam mulutnya jika dihadapanku ada selotip besar.
“Aku Ricky.”
“Linda.” Ugh, mulai lagi!
Bruumm...
Ricky mengemudikan mobilnya dengan kencang. Seakan tak ingin membuang waktu. Lagipula jalanan Transylvania malam ini begitu lenggang. Hingga hampir tak satupun kendaraan yang melintas. Di sepanjang jalan, orang-orang dengan warna-warni kostumnya berjalan kaki dalam keheningan kota. Melangkah ke arah yang sama. Kastil Hitam yang terletak di atas bukit.
“Soda?” Ricky menawarkan sekaleng soda padaku.
“Tidak, terima kasih.” Oh tidak. Tidak! Aku akan merasa bersalah bila minum soda di jam yang selarut ini. Batinku.
Hmm. Bau anyir apa ini? Jeruk? Mulberry? Oh tidak-tidak! Ini bau... darah! Darah? Yang benar saja!
“Oh Rick, kau habis makan ayam atau daging di mobil, ya?” Aku membuka jendela mobil sedikit lebih lebar.
“Tidak,” jawabnya tanpa mengalihkan pandangan.
“Ugh!” Aku memandanginya sambil sesekali menutup hidung. Hei, dia cakep juga! Lihatlah bola matanya yang berwarna biru sangatlah kontras dengan rambutnya yang coklat. Hidungnya disejajarkan dengan hidungku? Ugh, aku jadi terlihat seperti babi! Kurang apa lagi coba. Dia lumayan juga. Hanya... Ups! Ada beberapa kerutan di bawah bola mata dan dahinya yang membuatnya terlihat lebih tua dari usianya. Aku jamin, ia masih berumur dua puluh lima-an!
“Hei!” tiba-tiba Rick menoleh ke arahku. Aku segera mengalihkan pandangan.
“Mengapa kau melihatku seperti itu?” tanya Rick.
“Ehmm... kostummu keren!” jawabku asal.
“Oh, tentu saja. Aku mencurinya dari museum.”
“Apa?” pekikku kaget.
“Hahaha... tentu saja tidak! Memangnya kau kira aku ini makhluk zaman purba yang bangkit kembali, lalu mengambil pakaian-pakaian indah di museum dan butik-butik?” Ricky tertawa keras. Memperlihatkan gigi-giginya yang rapat. Hanya saja, kedua gigi taringnya terlihat agak panjang. Atau mungkin memang sengaja dibuat begitu untuk perayaan malam ini.
“Kita sudah sampai!” Ricky memarkirkan mobilnya di halaman.
Wow, di depanku berdiri kokoh sebuah kastil yang sangat megah. Lampu di dalamnya sengaja dibuat remang-remang untuk menciptakan suasana seseram mungkin. Suara teriakan menggema dari dalam kastil. Menurut legenda, disinilah Bram Stoker mengambil seting untuk novelnya.
“Selamat datang di Kastil Hitam!” serunya lagi. Ih, emangnya ini kastil milikmu apa! Batinku.
Aku berjalan di belakang Ricky sambil sesekali membenarkan gaunku. Uh, dandanan seperti ini membuatku terlihat aneh. Tapi keren juga lho!Aku memilihnya sewaktu melihat diskon di salah satu toko tempo hari. Oh ya, selain pesta kostum, nantinya akan dilakukan pesta pemujaan terhadap nenek moyang. Terutama kepada yang disakralkan, Tuan Count Dracula. Aku belum tahu, tapi ikut saja.
Saat kami memasuki ruangan, semua orang yang berada di sana tercengang memandang kami tanpa kata-kata. Ah, mungkin mereka terpesona melihat kostum yang kami kenakan. Kalau dipikir-pikir, malam ini aku dan Ricky serasi juga. Ricky mengenakan kostum pangeran Drakula. Sedangkan aku memilih dandanan ala gadis Hythe, itu lho hantu-hantu perempuan yang menjadi pembantu Drakula lengkap dengan gaun merahnya.
“Aaaa...,”teriak seorang wanita di ujung ruangan. Semua pandangan beralih ke wanita dengan kostum dukun Indian itu.
“Drakula hidup kembali!”serunya lagi. Apa? Ruangan menjadi riuh.
“Sudah kubilang tidak ada yang boleh mengenakan kostum Drakula ataupun Hythe!” ujar lelaki bongkok yang berjalan membungkuk sambil membawa lilin.
“Oh ya? Apakah ada larangan seperti itu?” tanyaku pada Ricky. Namun ia hanya diam saja.
“Pulanglah, sebelum semua terlambat!” seru seorang kakek.
“Apanya yang terlambat?” Pikiranku benar-benar kacau. Aku bukan warga sini dan tak begitu mengerti soal mitos-mitos Halloween yang begitu sakral.
“Kau berada di Kastil Hitam, nak!” ujarnya lagi. Aku bertambah bingung.
DUAARRRR....
Tiba-tiba petir menyambar dan ruangan berubah menjadi sangat gelap. Lilin-lilin mati tertiup angin. Terdengar suara teriakan dimana-mana.
BRUUUUKKKK...
Tubuhku terhempas beberapa meter ke belakang. Dan dari tubuh Ricky terpancar cahaya keemasan. Kemudian ia melayang. Berputar-putar mengelilingi ruangan. Dari arah lain, tiga wanita cantik keluar dari perapian dan mendekatiku. Mereka adalah gadis Hythe. Suara teriakan semakin menggema. Aduh, kepalaku pusing. Apa! Perlahan tapi pasti tubuhku ikut terangkat ke udara. Mengikuti kemana gadis-gadis Hythe itu pergi. Rasa gatal muncul dari rahang atasku. Oh tidak, bertambah panjanglah gigi taringku!
“Ricky, kaukah itu?” seorang wanita paruh baya mengejar raga Ricky dibawahnya. Ricky berhenti dan memandangi wanita itu.
“Rick, masih ingatkah kau pada kakakmu ini? Mengapa kau kembali lagi? Sudah ku bilang alam kita sudah berbeda...”
“Diam!!! Aku kembali karena tak terima kematianku yang sia-sia. Malam ini Tuan Drakula akan senang karena aku akan mendapatkan kalian semua. Ya, dan dialah yang pertama!” Ricky menunjukku. “Apa?” BRUUKKK... aku kehilangan konsentrasi sehingga jatuh ke lantai. Di tengah-tengah mereka.
Ia tersenyum menampakkan gigi taringnya yang tajam. Kastil Hitam berubah menjadi bangsal rumah sakit. Satu persatu calon vampir berjajar menempati satu tempat tidur. Tangan dan kaki mereka terbelenggu. Hanya teriakanlah yang dapat menyuarakan rontahan hati. Dan Ricky pun mulai menghampiri manusia-manusia tak berdaya itu dan menancapkan taringnya di leher mereka. Aku berdiri termangu di ujung lorong.
“Hei, ayo lakukan, Hythe!” seru Ricky dengan mulut penuh darah. Yaik, bau anyir itu kembali tercium! Dan kali ini berasal dari mulutku. Ya, tanpa ku sadari aku tengah menancapkan taringku di leher seorang anak kecil. Oh tidak!!!

Sastra Indonesia

Sastra Indonesia, adalah sebuah istilah yang melingkupi berbagai macam karya sastra
di Asia Tenggara. Istilah "Indonesia" sendiri mempunyai arti yang saling melengkapi terutama dalam cakupan geografi dan sejarah poltik di wilayah tersebut.

Sastra Indonesia sendiri dapat merujuk pada sastra yang dibuat di wilayah Kepulauan Indonesia. Sering juga secara luas dirujuk kepada sastra yang bahasa akarnya berdasarkan Bahasa Melayu (dimana bahasa Indonesia adalah satu turunannya). Dengan pengertian kedua maka sastra ini dapat juga diartikan sebagai sastra yang dibuat di wilayah Melayu (selain Indonesia, terdapat juga beberapa negara berbahasa Melayu
seperti Malaysia dan Brunei), demikian pula bangsa Melayu yang tinggal di Singapura.

Daftar isi


* 1 Periodisasi
* 2 Pujangga Lama
o 2.1 Karya Sastra Pujangga Lama
+ 2.1.1 Sejarah
+ 2.1.2 Hikayat
+ 2.1.3 Syair
+ 2.1.4 Kitab agama
* 3 Sastra Melayu Lama
o 3.1 Karya Sastra Melayu Lama
* 4 Angkatan Balai Pustaka
o 4.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka
* 5 Pujangga Baru
o 5.1 Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru
* 6 Angkatan 1945
o 6.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945
* 7 Angkatan 1950 - 1960-an
o 7.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an
* 8 Angkatan 1966 - 1970-an
o 8.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966
* 9 Angkatan 1980 - 1990-an
o 9.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980
* 10 Angkatan Reformasi
o 10.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi
* 11 Angkatan 2000-an
o 11.1 Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000
* 12 Cybersastra
* 13 Pranala luar
* 14 Referensi

Periodisasi

Sastra Indonesia terbagi menjadi 2 bagian besar, yaitu:

* lisan
* tulisan

Secara urutan waktu maka sastra Indonesia terbagi atas beberapa angkatan:

* Angkatan Pujangga Lama
* Angkatan Sastra Melayu Lama
* Angkatan Balai Pustaka
* Angkatan Pujangga Baru
* Angkatan 1945
* Angkatan 1950 - 1960-an
* Angkatan 1966 - 1970-an
* Angkatan 1980 - 1990-an
* Angkatan Reformasi
* Angkatan 2000-an

Pujangga Lama

Pujangga lama merupakan bentuk pengklasifikasian karya sastra di Indonesia yang dihasilkan sebelum abad ke-20. Pada masa ini karya satra di dominasi oleh syair, pantun, gurindam dan hikayat. Di Nusantara, budaya Melayu klasik dengan pengaruh Islam yang kuat meliputi sebagian besar negara pantai Sumatera dan Semenanjung Malaya. Di Sumatera bagian utara muncul karya-karya penting berbahasa Melayu, terutama karya-karya keagamaan. Hamzah Fansuri adalah yang pertama di antara penulis-penulis utama angkatan Pujangga Lama. Dari istana Kesultanan Aceh pada abad XVII muncul karya-karya klasik selanjutnya, yang paling terkemuka adalah karya-karya Syamsuddin Pasai dan Abdurrauf Singkil, serta Nuruddin ar-Raniri.

* Sejarah Melayu (Malay Annals)

Hikayat

* Hikayat Abdullah
* Hikayat Aceh
* Hikayat Amir Hamzah
* Hikayat Andaken Penurat
* Hikayat Bayan Budiman
* Hikayat Djahidin
* Hikayat Hang Tuah
* Hikayat Iskandar Zulkarnain
* Hikayat Kadirun



* Hikayat Kalila dan Damina
* Hikayat Masydulhak
* Hikayat Pandawa Jaya
* Hikayat Pandja Tanderan
* Hikayat Putri Djohar Manikam
* Hikayat Sri Rama
* Hikayat Tjendera Hasan
* Tsahibul Hikayat

Syair

* Syair Bidasari
* Syair Ken Tambuhan
* Syair Raja Mambang Jauhari
* Syair Raja Siak

Kitab agama

* Syarab al-'Asyiqin (Minuman Para Pecinta) oleh Hamzah Fansuri
* Asrar al-'Arifin (Rahasia-rahasia para Gnostik) oleh Hamzah Fansuri
* Nur ad-Daqa'iq (Cahaya pada kehalusan-kehalusan) oleh Syamsuddin Pasai
* Bustan as-Salatin (Taman raja-raja) oleh Nuruddin ar-Raniri

Sastra Melayu Lama

Karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870 - 1942, yang berkembang dilingkungan masyarakat Sumatera seperti "Langkat, Tapanuli, Minangkabau dan daerah Sumatera lainnya", orang Tionghoa dan masyarakat Indo-Eropa. Karya sastra pertama yang terbit sekitar tahun 1870 masih dalam bentuk syair, hikayat dan terjemahan novel barat.

Karya Sastra Melayu Lama

* Robinson Crusoe (terjemahan)
* Lawan-lawan Merah
* Mengelilingi Bumi dalam 80 hari (terjemahan)
* Graaf de Monte Cristo (terjemahan)
* Kapten Flamberger (terjemahan)
* Rocambole (terjemahan)
* Nyai Dasima oleh G. Francis (Indo)
* Bunga Rampai oleh A.F van Dewall
* Kisah Perjalanan Nakhoda Bontekoe
* Kisah Pelayaran ke Pulau Kalimantan
* Kisah Pelayaran ke Makassar dan lain-lainnya
* Cerita Siti Aisyah oleh H.F.R Kommer (Indo)
* Cerita Nyi Paina
* Cerita Nyai Sarikem
* Cerita Nyonya Kong Hong Nio



* Nona Leonie
* Warna Sari Melayu oleh Kat S.J
* Cerita Si Conat oleh F.D.J. Pangemanan
* Cerita Rossina
* Nyai Isah oleh F. Wiggers
* Drama Raden Bei Surioretno
* Syair Java Bank Dirampok
* Lo Fen Kui oleh Gouw Peng Liang
* Cerita Oey See oleh Thio Tjin Boen
* Tambahsia
* Busono oleh R.M.Tirto Adhi Soerjo
* Nyai Permana
* Hikayat Siti Mariah oleh Hadji Moekti (indo)
* dan masih ada sekitar 3000 judul karya sastra Melayu-Lama lainnya

Angkatan Balai Pustaka

Angkatan Balai Pusataka merupakan karya sastra di Indonesia yang terbit sejak tahun 1920, yang dikeluarkan oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek dan drama) dan puisi mulai menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam dan hikayat dalam khazanah sastra di Indonesia pada masa ini.

Balai Pustaka didirikan pada masa itu untuk mencegah pengaruh buruk dari bacaan cabul dan liar yang dihasilkan oleh sastra Melayu Rendah yang banyak menyoroti kehidupan pernyaian (cabul) dan dianggap memiliki misi politis (liar). Balai Pustaka menerbitkan karya dalam tiga bahasa yaitu bahasa Melayu-Tinggi, bahasa Jawa dan bahasa Sunda; dan dalam jumlah terbatas dalam bahasa Bali, bahasa Batak, dan bahasa Madura.

Nur Sutan Iskandar dapat disebut sebagai "Raja Angkatan Balai Pustaka" oleh sebab banyak karya tulisnya pada masa tersebut. Apabila dilihat daerah asal kelahiran para pengarang, dapatlah dikatakan bahwa novel-novel Indonesia yang terbit pada angkatan

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Balai Pustaka

* Merari Siregar
o Azab dan Sengsara (1920)
o Binasa kerna Gadis Priangan (1931)
o Cinta dan Hawa Nafsu

* Marah Roesli
o Siti Nurbaya (1922)
o La Hami (1924)
o Anak dan Kemenakan (1956)

* Muhammad Yamin
o Tanah Air (1922)
o Indonesia, Tumpah Darahku (1928)
o Kalau Dewi Tara Sudah Berkata
o Ken Arok dan Ken Dedes (1934)

* Nur Sutan Iskandar
o Apa Dayaku karena Aku Seorang Perempuan (1923)
o Cinta yang Membawa Maut (1926)
o Salah Pilih (1928)
o Karena Mentua (1932)
o Tuba Dibalas dengan Susu (1933)
o Hulubalang Raja (1934)
o Katak Hendak Menjadi Lembu (1935)



* Tulis Sutan Sati
o Tak Disangka (1923)
o Sengsara Membawa Nikmat (1928)
o Tak Membalas Guna (1932)
o Memutuskan Pertalian (1932)

* Djamaluddin Adinegoro
o Darah Muda (1927)
o Asmara Jaya (1928)

* Abas Soetan Pamoentjak
o Pertemuan (1927)

* Abdul Muis
o Salah Asuhan (1928)
o Pertemuan Djodoh (1933)

* Aman Datuk Madjoindo
o Menebus Dosa (1932)
o Si Cebol Rindukan Bulan (1934)
o Sampaikan Salamku Kepadanya (1935)

Pujangga Baru

Pujangga Baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka terhadap karya tulis sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut rasa nasionalisme dan kesadaran kebangsaan. Sastra Pujangga Baru adalah sastra intelektual, nasionalistik dan elitis.

Pada masa itu, terbit pula majalah Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisjahbana, beserta Amir Hamzah dan Armijn Pane. Karya sastra di Indonesia setelah zaman Balai Pustaka (tahun 1930 - 1942), dipelopori oleh Sutan Takdir Alisyahbana dkk. Masa ini ada dua kelompok sastrawan Pujangga baru yaitu :

1. Kelompok "Seni untuk Seni" yang dimotori oleh Sanusi Pane dan Tengku Amir Hamzah
2. Kelompok "Seni untuk Pembangunan Masyarakat" yang dimotori oleh Sutan Takdir Alisjahbana, Armijn Pane dan Rustam Effendi.

Penulis dan Karya Sastra Pujangga Baru

* Sutan Takdir Alisjahbana
o Dian Tak Kunjung Padam (1932)
o Tebaran Mega - kumpulan sajak (1935)
o Layar Terkembang (1936)
o Anak Perawan di Sarang Penyamun (1940)

* Hamka
o Di Bawah Lindungan Ka'bah (1938)
o Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1939)
o Tuan Direktur (1950)
o Didalam Lembah Kehidoepan (1940)

* Armijn Pane
o Belenggu (1940)
o Jiwa Berjiwa
o Gamelan Djiwa - kumpulan sajak (1960)
o Djinak-djinak Merpati - sandiwara (1950)
o Kisah Antara Manusia - kumpulan cerpen (1953)

* Sanusi Pane
o Pancaran Cinta (1926)
o Puspa Mega (1927)
o Madah Kelana (1931)
o Sandhyakala Ning Majapahit (1933)
o Kertajaya (1932)

* Tengku Amir Hamzah
o Nyanyi Sunyi (1937)
o Begawat Gita (1933)
o Setanggi Timur (1939)



* Roestam Effendi
o Bebasari: toneel dalam 3 pertundjukan
o Pertjikan Permenungan

* Sariamin Ismail
o Kalau Tak Untung (1933)
o Pengaruh Keadaan (1937)

* Anak Agung Pandji Tisna
o Ni Rawit Ceti Penjual Orang (1935)
o Sukreni Gadis Bali (1936)
o I Swasta Setahun di Bedahulu (1938)

* J.E.Tatengkeng
o Rindoe Dendam (1934)

* Fatimah Hasan Delais
o Kehilangan Mestika (1935)

* Said Daeng Muntu
o Pembalasan
o Karena Kerendahan Boedi (1941)

* Karim Halim
o Palawija (1944)

Angkatan 1945

Pengalaman hidup dan gejolak sosial-politik-budaya telah mewarnai karya sastrawan Angkatan '45. Karya sastra angkatan ini lebih realistik dibanding karya Angkatan Pujangga baru yang romantik - idealistik. Karya-karya sastra pada angkatan ini banyak bercerita tentang perjuangan merebut kemerdekaan seperti halnya puisi-puisi Chairil Anwar. Sastrawan angkatan '45 memiliki konsep seni yang diberi judul "Surat Kepercayaan Gelanggang". Konsep ini menyatakan bahwa para sastrawan angkatan '45 ingin bebas berkarya sesuai alam kemerdekaan dan hati nurani.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1945

* Chairil Anwar
o Kerikil Tajam (1949)
o Deru Campur Debu (1949)

* Asrul Sani, bersama Rivai Apin dan Chairil Anwar
o Tiga Menguak Takdir (1950)

* Idrus
o Dari Ave Maria ke Djalan Lain ke Roma (1948)
o Aki (1949)
o Perempuan dan Kebangsaan

* Achdiat K. Mihardja
o Atheis (1949)

* Trisno Sumardjo
o Katahati dan Perbuatan (1952)

* Utuy Tatang Sontani
o Suling (drama) (1948)
o Tambera (1949)
o Awal dan Mira - drama satu babak (1962)

* Suman Hs.
o Kasih Ta' Terlarai (1961)
o Mentjari Pentjuri Anak Perawan (1957)
o Pertjobaan Setia (1940)

Angkatan 1950 - 1960-an

Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B. Jassin. Ciri angkatan ini adalah karya sastra yang didominasi dengan cerita pendek dan kumpulan puisi. Majalah tersebut bertahan sampai tahun 1956 dan diteruskan dengan majalah sastra lainnya, Sastra.

Pada angkatan ini muncul gerakan komunis dikalangan sastrawan, yang bergabung dalam Lembaga Kebudajaan Rakjat (Lekra) yang berkonsep sastra realisme-sosialis. Timbullah perpecahan dan polemik yang berkepanjangan diantara kalangan sastrawan di Indonesia pada awal tahun 1960; menyebabkan mandegnya perkembangan sastra karena masuk kedalam politik praktis dan berakhir pada tahun 1965 dengan pecahnya G30S di Indonesia.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1950 - 1960-an

* Pramoedya Ananta Toer
o Kranji dan Bekasi Jatuh (1947)
o Bukan Pasar Malam (1951)
o Di Tepi Kali Bekasi (1951)
o Keluarga Gerilya (1951)
o Mereka yang Dilumpuhkan (1951)
o Perburuan (1950)
o Cerita dari Blora (1952)
o Gadis Pantai (1965)

* Nh. Dini
o Dua Dunia (1950)
o Hati jang Damai (1960)

* Sitor Situmorang
o Dalam Sadjak (1950)
o Djalan Mutiara: kumpulan tiga sandiwara (1954)
o Pertempuran dan Saldju di Paris (1956)
o Surat Kertas Hidjau: kumpulan sadjak (1953)
o Wadjah Tak Bernama: kumpulan sadjak (1955)

* Mochtar Lubis
o Tak Ada Esok (1950)
o Jalan Tak Ada Ujung (1952)
o Tanah Gersang (1964)
o Si Djamal (1964)

* Marius Ramis Dayoh
o Putra Budiman (1951)
o Pahlawan Minahasa (1957)

* Ajip Rosidi
o Tahun-tahun Kematian (1955)
o Ditengah Keluarga (1956)
o Sebuah Rumah Buat Hari Tua (1957)
o Cari Muatan (1959)
o Pertemuan Kembali (1961)

* Ali Akbar Navis
o Robohnya Surau Kami - 8 cerita pendek pilihan (1955)
o Bianglala - kumpulan cerita pendek (1963)
o Hujan Panas (1964)
o Kemarau (1967)



* Toto Sudarto Bachtiar
o Etsa sajak-sajak (1956)
o Suara - kumpulan sajak 1950-1955 (1958)

* Ramadhan K.H
o Priangan si Jelita (1956)

* W.S. Rendra
o Balada Orang-orang Tercinta (1957)
o Empat Kumpulan Sajak (1961)
o Ia Sudah Bertualang (1963)

* Subagio Sastrowardojo
o Simphoni (1957)

* Nugroho Notosusanto
o Hujan Kepagian (1958)
o Rasa Sajangé (1961)
o Tiga Kota (1959)

* Trisnojuwono
o Angin Laut (1958)
o Dimedan Perang (1962)
o Laki-laki dan Mesiu (1951)

* Toha Mochtar
o Pulang (1958)
o Gugurnya Komandan Gerilya (1962)
o Daerah Tak Bertuan (1963)

* Purnawan Tjondronagaro
o Mendarat Kembali (1962)

* Bokor Hutasuhut
o Datang Malam (1963)

Angkatan 1966 - 1970-an

Angkatan ini ditandai dengan terbitnya Horison (majalah sastra) pimpinan Mochtar Lubis.[3] Semangat avant-garde sangat menonjol pada angkatan ini. Banyak karya sastra pada angkatan ini yang sangat beragam dalam aliran sastra dengan munculnya karya sastra beraliran surealistik, arus kesadaran, arketip, dan absurd. Penerbit Pustaka Jaya sangat banyak membantu dalam menerbitkan karya-karya sastra pada masa ini. Sastrawan pada angkatan 1950-an yang juga termasuk dalam kelompok ini adalah Motinggo Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Goenawan Mohamad, Sapardi Djoko Damono dan Satyagraha Hoerip Soeprobo dan termasuk paus sastra Indonesia, H.B. Jassin.

Beberapa satrawan pada angkatan ini antara lain: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta, Arifin C. Noer, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Goenawan Mohamad, Budi Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Wijaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail dan banyak lagi yang lainnya.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1966

* Taufik Ismail
o Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia
o Tirani dan Benteng
o Buku Tamu Musim Perjuangan
o Sajak Ladang Jagung
o Kenalkan
o Saya Hewan
o Puisi-puisi Langit

* Sutardji Calzoum Bachri
o O
o Amuk
o Kapak

* Abdul Hadi WM
o Meditasi (1976)
o Potret Panjang Seorang Pengunjung Pantai Sanur (1975)
o Tergantung Pada Angin (1977)

* Sapardi Djoko Damono
o Dukamu Abadi (1969)
o Mata Pisau (1974)

* Goenawan Mohamad
o Parikesit (1969)
o Interlude (1971)
o Potret Seorang Penyair Muda Sebagai Si Malin Kundang (1972)
o Seks, Sastra, dan Kita (1980)

* Umar Kayam
o Seribu Kunang-kunang di Manhattan
o Sri Sumarah dan Bawuk
o Lebaran di Karet
o Pada Suatu Saat di Bandar Sangging
o Kelir Tanpa Batas
o Para Priyayi
o Jalan Menikung

* Danarto
o Godlob
o Adam Makrifat
o Berhala

* Nasjah Djamin
o Hilanglah si Anak Hilang (1963)
o Gairah untuk Hidup dan untuk Mati (1968)

* Putu Wijaya
o Bila Malam Bertambah Malam (1971)
o Telegram (1973)
o Stasiun (1977)
o Pabrik
o Gres
o Bom



* Djamil Suherman
o Perjalanan ke Akhirat (1962)
o Manifestasi (1963)

* Titis Basino
o Dia, Hotel, Surat Keputusan (1963)
o Lesbian (1976)
o Bukan Rumahku (1976)
o Pelabuhan Hati (1978)
o Pelabuhan Hati (1978)

* Leon Agusta
o Monumen Safari (1966)
o Catatan Putih (1975)
o Di Bawah Bayangan Sang Kekasih (1978)
o Hukla (1979)

* Iwan Simatupang
o Ziarah (1968)
o Kering (1972)
o Merahnya Merah (1968)
o Keong (1975)
o RT Nol/RW Nol
o Tegak Lurus Dengan Langit

* M.A Salmoen
o Masa Bergolak (1968)

* Parakitri Tahi Simbolon
o Ibu (1969)

* Chairul Harun
o Warisan (1979)

* Kuntowijoyo
o Khotbah di Atas Bukit (1976)

* M. Balfas
o Lingkaran-lingkaran Retak (1978)

* Mahbub Djunaidi
o Dari Hari ke Hari (1975)

* Wildan Yatim
o Pergolakan (1974)

* Harijadi S. Hartowardojo
o Perjanjian dengan Maut (1976)

* Ismail Marahimin
o Dan Perang Pun Usai (1979)

* Wisran Hadi
o Empat Orang Melayu
o Jalan Lurus

Angkatan 1980 - 1990-an

Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980, ditandai dengan banyaknya roman percintaan, dengan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut yaitu Marga T. Karya sastra Indonesia pada masa angkatan ini tersebar luas diberbagai majalah dan penerbitan umum.

Beberapa sastrawan yang dapat mewakili angkatan dekade 1980-an ini antara lain adalah: Remy Sylado, Yudistira Ardinugraha, Noorca Mahendra, Seno Gumira Ajidarma, Pipiet Senja, Kurniawan Junaidi, Ahmad Fahrawie, Micky Hidayat, Arifin Noor Hasby, Tarman Effendi Tarsyad, Noor Aini Cahya Khairani, dan Tajuddin Noor Ganie.

Nh. Dini (Nurhayati Dini) adalah sastrawan wanita Indonesia lain yang menonjol pada dekade 1980-an dengan beberapa karyanya antara lain: Pada Sebuah Kapal, Namaku Hiroko, La Barka, Pertemuan Dua Hati, dan Hati Yang Damai. Salah satu ciri khas yang menonjol pada novel-novel yang ditulisnya adalah kuatnya pengaruh dari budaya barat, di mana tokoh utama biasanya mempunyai konflik dengan pemikiran timur.

Mira W dan Marga T adalah dua sastrawan wanita Indonesia yang menonjol dengan fiksi romantis yang menjadi ciri-ciri novel mereka. Pada umumnya, tokoh utama dalam novel mereka adalah wanita. Bertolak belakang dengan novel-novel Balai Pustaka yang masih dipengaruhi oleh sastra Eropa abad ke-19 dimana tokoh utama selalu dimatikan untuk menonjolkan rasa romantisme dan idealisme, karya-karya pada era 1980-an biasanya selalu mengalahkan peran antagonisnya.

Namun yang tak boleh dilupakan, pada era 1980-an ini juga tumbuh sastra yang beraliran pop, yaitu lahirnya sejumlah novel populer yang dipelopori oleh Hilman Hariwijaya dengan serial Lupusnya. Justru dari kemasan yang ngepop inilah diyakini tumbuh generasi gemar baca yang kemudian tertarik membaca karya-karya yang lebih berat.

Ada nama-nama terkenal muncul dari komunitas Wanita Penulis Indonesia yang dikomandani Titie Said, antara lain: La Rose, Lastri Fardhani, Diah Hadaning, Yvonne de Fretes, dan Oka Rusmini.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan 1980

* Ahmadun Yosi Herfanda
o Ladang Hijau (1980)
o Sajak Penari (1990)
o Sebelum Tertawa Dilarang (1997)
o Fragmen-fragmen Kekalahan (1997)
o Sembahyang Rumputan (1997)

* Y.B Mangunwijaya
o Burung-burung Manyar (1981)

* Darman Moenir
o Bako (1983)
o Dendang (1988)

* Budi Darma
o Olenka (1983)
o Rafilus (1988)

* Sindhunata
o Anak Bajang Menggiring Angin (1984)

* Arswendo Atmowiloto
o Canting (1986)

* Hilman Hariwijaya
o Lupus - 28 novel (1986-2007)
o Lupus Kecil - 13 novel (1989-2003)
o Olga Sepatu Roda (1992)
o Lupus ABG - 11 novel (1995-2005)

* Dorothea Rosa Herliany
o Nyanyian Gaduh (1987)
o Matahari yang Mengalir (1990)
o Kepompong Sunyi (1993)
o Nikah Ilalang (1995)
o Mimpi Gugur Daun Zaitun (1999)

* Gustaf Rizal
o Segi Empat Patah Sisi (1990)
o Segi Tiga Lepas Kaki (1991)
o Ben (1992)
o Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta (1999)

* Remy Sylado
o Ca Bau Kan (1999)
o Kerudung Merah Kirmizi (2002)

Angkatan Reformasi

Seiring terjadinya pergeseran kekuasaan politik dari tangan Soeharto ke BJ Habibie lalu KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) dan Megawati Sukarnoputri, muncul wacana tentang "Sastrawan Angkatan Reformasi". Munculnya angkatan ini ditandai dengan maraknya karya-karya sastra, puisi, cerpen, maupun novel, yang bertema sosial-politik, khususnya seputar reformasi. Di rubrik sastra harian Republika misalnya, selama berbulan-bulan dibuka rubrik sajak-sajak peduli bangsa atau sajak-sajak reformasi. Berbagai pentas pembacaan sajak dan penerbitan buku antologi puisi juga didominasi sajak-sajak bertema sosial-politik.

Sastrawan Angkatan Reformasi merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir tahun 1990-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada tahun 1998 banyak melatarbelakangi kelahiran karya-karya sastra -- puisi, cerpen, dan novel -- pada saat itu. Bahkan, penyair-penyair yang semula jauh dari tema-tema sosial politik, seperti Sutardji Calzoum Bachri, Ahmadun Yosi Herfanda, Acep Zamzam Noer, dan Hartono Benny Hidayat, juga ikut meramaikan suasana dengan sajak-sajak sosial-politik mereka.

Penulis dan Karya Sastra Angkatan Reformasi

* Widji Thukul
o Puisi Pelo
o Darman

Angkatan 2000-an

Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki juru bicara, Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya "Sastrawan Angkatan 2000". Sebuah buku tebal tentang Angkatan 2000 yang disusunnya diterbitkan oleh Gramedia, Jakarta pada tahun 2002. Seratus lebih penyair, cerpenis, novelis, eseis, dan kritikus sastra dimasukkan Korrie ke dalam Angkatan 2000, termasuk mereka yang sudah mulai menulis sejak 1980-an, seperti Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
[sunting] Penulis dan Karya Sastra Angkatan 2000

* Ayu Utami
o Saman (1998)
o Larung (2001)

* Seno Gumira Ajidarma
o Atas Nama Malam
o Sepotong Senja untuk Pacarku
o Biola Tak Berdawai

* Dewi Lestari
o Supernova 1: Ksatria, Puteri dan Bintang Jatuh (2001)
o Supernova 2.1: Akar (2002)
o Supernova 2.2: Petir (2004)

* Habiburrahman El Shirazy
o Ayat-Ayat Cinta (2004)
o Diatas Sajadah Cinta (2004)
o Ketika Cinta Berbuah Surga (2005)
o Pudarnya Pesona Cleopatra (2005)
o Ketika Cinta Bertasbih 1 (2007)
o Ketika Cinta Bertasbih 2 (2007)
o Dalam Mihrab Cinta (2007)

* Andrea Hirata
o Laskar Pelangi (2005)
o Sang Pemimpi (2006)
o Edensor (2007)
o Maryamah Karpov (2008)

Cybersastra

Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak karya sastra Indonesia yang tidak dipublikasi berupa buku namun termaktub di dunia maya (Internet), baik yang dikelola resmi oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs Sastra Indonesia di dunia maya.

Sumber : Wikipedia