Senin, 24 Mei 2010

Majas

Majas atau gaya bahasa adalah cara pengarang atau seseorang yang mempergunakan bahasa sebagai alat mengekspresikan perasaan dan buah pikiran yang terpendam di dalam jiwanya. Pada dasarnya majas dapat dibagi menjadi empat, yaitu :

A. Majas Perbandingan

1. Personifikasi adalah majas yang melukiskan suatu benda dengan memberikan sifat-sifat manusia kepada benda-benda mati sehingga selah-olah mempunyai sifat seperti manusia atau benda hidup. Contoh : Baru tiga kilometer berjalan mobilnya sudah batuk-batuk
2. Metafora adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan perbandingan langsung dan tepat atas dasar sifat yang sama atau hampir sama. Contoh Raja siang telah pergi ke peraduannya (Raja siang = matahari)
3. Eufinisme (ungkapan pelembut) adalah majas perbandingan yang melukiskan suatu benda dengan kata-kata yang lebih lembut untuk menggantikan kata-kata lain untuk sopan santun atau tabu bahasa (pantang). Contoh : Para tunakarya perlu perhatian yang serius dari pemerintah
4. Sinekdokn dapat dibedakan atas
a. Pars pro toto, yaitu majas sinekdokne yang melukiskan sebagian tetapi yang dimaksud adalah seluruhnya. Contoh : Dia mempunyai lima ekor kuda
b. Totem pro parte, ialah majas sinekdokne yang melukiskan keseluruhan tetapi yang dimaksud sebagian. Contoh : Kaum wanita memperingati hari Kartini
5. Alegori adalah majas perbandingan yang memperlihatkan suatu perbandingan utuh, perbandingan itu membentuk kesatuan yang menyeluruh. Contoh : Hati-hatilah mengatur kemudimu janganlah engkau lengah sebab di depan banyak belokan, jurang, serta tebing yang siap menghancurkan kendaraanmu.
6. Hiperbola adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan mengganti peristiwa atau tindakan sesungguhnya dengan kata-kata yang lebih hebat pengertiannya untuk menyangatkan arti. Contoh : Kakak membanting tulang demi menghidupi keluarganya
7. Simbolik adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan benda-benda lain sebagai simbol atau perlambang. Contoh : Dari dulu tetap saja ia menjadi lintah darat. (Lintah darat, lambang pemeras, pemakan riba)
8. Litotes (hiperbola negatif) adalah majas perbandingan yang melukiskan keadaan dengan kata-kata yang berlawanan artinya dengan kenyataan yang sebenarnya guna merendahkan diri. Contoh : Perjuangan kami hanyalah setitik air dalam samudera luas.
9. Alusio adalah majas perbandingan dengan mempergunakan ungkapan peribahasa kata-kata yang artinya diketahui umum. Contoh : Ah, dia itu tong kosong nyaing bunyinya.
10. Asosiasi adalah majas perbandingan yang memperbandingkan sesuatu dengan keadaan lain karena adanya persamaan sifat. Contoh : Wajahnya muram bagai bulan kesiangan.
11. Perifrasis adalah perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan menguraikan sepatah kata menjadi serangkaian kata yang mengandung arti yang sama dengan kata yang digantikan itu. Contoh : Petang barulah ia pulang. Menjadi : Ketika matahari hilang di balik gunung barulah ia pulang.
12. Metonimia adalah majas perbandingan yang menggunakan merk dagang atau nama barang untuk melukiskan sesuatu yang dipergunakan atau dikerjakan sehingga kata itu berasosiasi dengan benda keseluruhan. Contoh : Kemarin ia memakai Kijang (mobil merk Toyota Kijang)
13. Antonomasia adalah majas perbandingan dengan menyebutkan nama lain terhadap seseorang berdasarkan ciri atau sifat menonjol yang dimilikinya. Contoh : si pincang, si jangkung, si keriting, dsb.
14. Tropen adalah majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan suatu pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian yang sejalan dan sejajar. Contoh : Setiap malam ia menjual suaranya untuk nafkah anak istrinya.
15. Parabel adalah majas perbandingan dengan menggunakan perumpamaan dalam hidup. Misalnya : Mahabarata, Bayan Budiman.

Senin, 17 Mei 2010

Kotak Surat Terakhir

KOTAK SURAT TERAKHIR

Karya Mochammad Asrori

PARA PELAKU

SENO, 45 tahun, penampilan jauh lebih tua dari usianya.
GUN, 42 tahun, adik Seno.
ISTRI, 40 tahun, istri Seno
ED, 20 tahun, anak pertama Seno-Istri, taruna polisi
YO, 19 tahun, anak kedua Seno-Istri, mahasiswa tingkat awal fakultas kedokteran
Re, 18 tahun, anak ketiga Seno-Istri, mahasiswa tingkat awal fakultas seni


BABAK I

PANGGUNG DI BAGI MENJADI TIGA KOMPOSISI . KOMPOSISI PERTAMA ADA TOKOH RE, IA DUDUK DI SEBUAH KOTAK KAYU, DI SAMPINGNYA TERDAPAT SEBUAH KANVAS LUKISAN YANG TAMPAK BELUM RAMPUNG, BOTOL-BOTOL KECIL CAT, PALET, DAN KUAS. KOMPOSISI KEDUA ADA TOKOH YO, IA DUDUK DI MEJA BELAJAR YANG PENUH TUMPUKAN BUKU-BUKU TEBAL. KOMPOSISI KETIGA ADA TOKOH ED, DI SAMPINGNYA TERGELANTUNG SEBUAH SANSAK TINJU . LAMPU KEMUDIAN MENYALA PELAN DI ATAS TOKOH RE, LAMPU LAIN MENYUSUL MENYALA DI ATAS TOKOH YO, LAMPU LAIN MENYUSUL MENYALA DI ATAS TOKOH ED. MEMPERLIHATKAN RUANG DAN WAKTU YANG BERBEDA, DALAM POSISI TABLO, KETIGANYA TAMPAK MELAKUKAN HAL YANG SAMA, MEMBACA SELEMBAR KERTAS SURAT . SUARA NARATOR MENGGEMA MEMBACAKAN ISI SURAT.

SUARA
Aku tak perlu mengingatkan lagi sudah berapa pucuk surat yang telah kulayangkan.Ini adalah surat terakhir yang kutulis. Surat ini bukan instruksi, surat ini adalah amanat. Patuhilah. Sebagai surat terakhir, mungkin ini adalah kepatuhanmu yang terakhir kali pula. Pulanglah dan cobalah bahagiakan Ibumu di hari ulang tahunnya. Dari seorang yang selama ini kau panggil ayah.

SECARA BERGANTIAN KETIGA TOKOH BERGERAK DARI POSISI TABLO

ED (meremas surat dalam kepalan lalu berteriak dan meninju sansak di sampingnya)

LAMPU DIATAS ED PADAM

RE (mencampakkan surat ke tanah, mengambil palet dan kuas, dengan geram, gerakan tangannya cepat menggores kanvas disampingnya)

LAMPU DI ATAS RE PADAM

YO (pelan melipat surat dan menyelipkan di buku tebal yang ada di depannya)

LAMPU PADAM



BABAK II

Panggung bersetting garasi rumah. tampak tumpukan-tumpukan barang terserak di mana-mana. di sudut ruangan berdiri dua orang menjelang tua saling berhadapan. seorang berdiri di samping sebuah meja kayu yang di atasnya terdapat sesuatu yang tertutup oleh tudung dari kain. seorang yang lain berdiri dengan tidak sabar dan muka masam mengamati sesuatu yang terbungkus tudung di atas meja tersebut. hingga seorang yang berdiri di samping meja dengan antusias kemudian membuka tudung kain yang menutupi barang di atas meja. senyumannya dilanjutkan dengan tawa-tawa kecil.

SENO : Perkenalkan karya terbesarku ini (dengan raut bangga, kedua tangannya meliuk di seputar benda berbentuk rumah- rumahan mungil dengan tekstur tanpa lekukan tajam).

GUN : Apa itu? Seperti sebuah kota surat. Jadi? Aku tak mengerti maksudmu. Untuk apa kau perlihatkan padaku sebuah kotak surat?

SENO : Mendekatlah, lihat baik-baik. Bagaimana?

GUN : (mendekat dan meneliti kotak surat) Sebuah kotak surat tetap saja kotak surat. Tak ada bedanya.

SENO : Ayolah lebih dekat lagi. Sentuhlah.

GUN : Menyentuhnya? Aku tak mau menyentuhnya!

SENO : Sentuh atau!

GUN : Baiklah-baiklah. Dasar gila, untuk apa aku menyentuh sebuh kotak surat. (bergerak untuk menyentuhkan tangan ke kotak surat)

SENO : Nah sentuh, usap. Ketukkan sedikit genggamanmu, lalu … cium!

GUN : Apa! Mencium kotak surat. Apa kau benar-benar telah kehilangan akal sehat? Kau tahu kabar burung tentangmu dari tetangga nampak ada benarnya.

SENO : Kabar burung? Jangan dengarkan mereka.

GUN : Aku tak mendengarkan mereka (BERGERAK MENJAUH) tapi kenyataannya kau memang bertingkah aneh. Lihatlah dirimu? Akhir-akhir ini kau jarang muncul. Istrimu bilang kau selalu mendekam di garasi ini hingga berjam-jam tanpa ada alasan yang jelas. Bagaimana kau bisa betah dengan bau ini. Rasanya lebih mirip di sebuah tempat pengrajin, bau masam kayu bercampur dengan cairan-cairan kimia.

SENO : Ini labku, bukan sekadar garasi!

GUN : Lab? Ini lebih tepat sebagai kandang ternak!

SENO : Sudah cukup. Biar kutegaskan, semua ini bukan tanpa alasan? Kau ingin tahu alasannya. Benda di depanmu inilah alasannya.

GUN : Kotak surat ini?

SENO : Ya. Jadi ayo lekas usap, ketuk-ketuk sedikit lalu cium baunya, aromanya.
GUN : Kau … ahh! Ada-ada saja. Kau benar-benar … baiklah-baiklah, lihat dengan jelas agar kau puas. Aku tidak mau mengulanginya lagi seumur hidupku (cepat bergerak dan mencium kotak surat), puas?

SENO : Fantastis, bukan?

GUN : Fantastis? Apanya yang fantastis! Ini cuma kotak surat biasa!

SENO : Perhatikan baik-baik (KESAL). Apa tanganmu tak merasakan teksturnya? Apa kau tak mendengar bunyi gemanya yang lunak? Apa tak membersitkan sesuatu padamu? Betapa bodoh kau. Apa kau tak mencium aroma yang khas dari surat ini?

GUN : Tidak ada. Biasa-biasa saja. Kotak suratmu sama baunya dengan garasi ini.

SENO : Ini labku! Hahh? Rupanya indramu sudah berkarat. Kau tahu kotak surat ini kubuat dengan bahan metalion delirium polyester. Terobosan baru.

GUN : Sebuah kotak surat dari plastik, apa hebatnya?

SENO : Plastik? Plastik! Kurang ajar, ini bukan plastik. Metalion delirium polyester. Bukan plastik!

GUN : Men-taliun, del, del apa, delirium silvester. Terserah apa katamu, tapi ada yang ingin kusampaikan.

SENO : Apa kau tak bisa mengeja dengan benar, katakan apa yang hendak kamu sampaikan.

GUN : Aku ingin kita berdua saling terbuka. Ingat, aku saudaramu satu-satunya. Aku tahu kondisi kesehatanmu tidak begitu baik. Tapi jangan sampai itu mempengaruhi segala sesuatu di sekitarmu. Jika ada sesuatu yang membuatmu kesal dan mengganggu pikiran, ceritakan padaku. Aku siap mendengarkan.

SENO : Kau pikir aku gila!? Aku sehat-sehat saja. Tidak ada yang mengganggu pikiranku. Pergilah, kau membuatku kesal!

GUN : Baik-baik, aku pergi (melangkah ke arah pintu, berhenti sebentar) Ada satu hal yang harus kau ketahui. Kau laki-laki sempurna. Kau mempunyai isteri yang cantik, setia. Anak-anakmu cerdas dan mandiri, rumahmu nyaman dan menyenangkan. Kau memiliki keluarga harmonis idaman tiap orang. Jadi jangan bertingkah seolah kau tak mendapatkan semua itu. Tak ada alasan untuk berbuat sesuatu yang konyol.

SENO : Sesuatu yang konyol? Dasar, pergi sana! Kau sama sekali tak mengerti. Kau sama sekali tak mengerti apa artinya legasi.

LAMPU PADAM


BABAK III
HALAMAN SEBUAH RUMAH KOS. ED BERDIRI DI DEPAN PINTU. YO DUDUK DI KURSI PLASTIK, SIBUK MEMBACA BUKU DIKTAT TEBAL. ED TAMPAK TIDAK SABAR MENUNGGU REAKSI PINTU DIBUKA DARI DALAM.

ED : Lama sekali kau berkemas Re. Apakah kau sibuk berbedak dan bergincu juga? (tertawa). Lihatlah saudaramu yang satu itu Yo, sudah seperti banci saja.
YO : (tidak menjawab sibuk membolak-balikkan buku diktat dan memperbaiki posisi kacamatanya)
ED : Hey kutu buku, aku bicara padamu!
RE KELUAR DENGAN TAS RANSEL BESAR DI PUNGGUNG DAN SEBUAH TAS TENTENG.
ED : (tertawa melihat re keluar dengan bawaan yang banyak)
Lihatlah Yo, adikmu ini seperti hendak pergi ke gunung saja. Banyak sekali bawaannya. Apakah tak ketinggalan popokmu Re?

RE : Apa kau tak punya sopan santun, berteriak-teriak di muka pintu. Seperti rumah ini milikmu saja. Tirulah Yo dan kebisuannya, mungkin kau bisa belajar bagaimana caranya merebut hati gadis dengan kepintarannya.

YO : (berdiri terusik aktivitasnya) Apa? Aku tak percaya. Merebut? Apa yang aku rebut darimu? Aku tak percaya Setelah selama ini! Apakah kau tidak bisa melupakannya? Sudah jelas dia sudah muak kau jejali dengan kata-kata indahmu yang penuh omong kosong. Harusnya kau lebih miris dengan orang-orang yang menggunakan kekerasan otot-ototnya yang menonjol tak karuan untuk memikat gadis- gadis (memandang ke arah Ed).

ED : Cukup! Aku tak ingin ada ribut-ribut lagi. Masih saja kalian meributkan masalah gadis. Jangan melihat ke belakang.

YO : Hahh, siapa yang paling ribut di sini.

ED : Tetaplah jadi pendiam Yo, oke. Sekarang adakah diantara kalian yang tahu, ada urusan apa ini sebenarnya. Siapa kali ini yang berbuat ulah.

RE : Pakai nanya lagi? Paling-paling kau menghamili seorang gadis lagi.

ED : Kalian menuduhku? Apa yang kuperbuat? Aku hanya menerima sepucuk surat dari Ayah. Sama seperti kalian. Surat terakhir katanya.

YO : Ya, ia juga mengatakan hal yang sama dalam suratnya untukku. Ayah pasti sangat kesal pada kita hingga mengharuskan aku satu mobil bersama kalian.

RE : Sangat-sangat kesal. Mengapa kita tidak berangkat sendiri-sendiri?

ED : Baiklah, ingat kita sudah sepakat. Perjalanan ini mungkin bukanlah ide yang bagus. Bahkan terlintas pun tidak. Tapi kita sudah sepakat. Segala sesuatunya tidak menjadi akan lebih mudah bagi masing-masing. Kita semua tahu. Tapi sejak awal sudah kutandaskan, aku yang bertanggung jawab atas perjalanan ini. Aku yang mengurus segala keperluan, merencanakan kedatangan kita bersama, apa-apa yang kita ucapkan nantinya, dan mengantar kalian kembali. Bagaimana? Ada argumen atau pertanyaan. Tak ada. Bagus. Sekarang kita nikmati perjalanan kita yang menyenangkan.

LAMPU PADAM

BABAK IV

DI HALAMAN RUMAH YANG RIMBUN OLEH TUMBUH-TUMBUHAN, SENO SEDANG MEMASANG KOTAK SURAT BUATAN TANGANNYA DI ATAS PAGAR. TAMPAK LELAH IA, SEBENTAR-SEBENTAR MENGGERAK-GERAKKAN PINGGANG UNTUK MENGUSIR PEGAL. ISTRINYA MENGHAMPIRI.

ISTRI : Pagi yang cerah sayang.

SENO : Ya, sangat cerah. Ahh, udara yang segar.

ISTRI : Tumben sepagi ini sudah keluar dari gudang, kangen pada halaman dan kebun?

SENO : Kau menyindirku? Aku tahu akhir-akhir ini aku jarang ke luar rumah. Si Gun bilang aku mendekam di garasi seperti tumpukan koran bekas.

ISTRI : Adakalanya dia benar. Kau tahu, sayang, kau tampak lucu jika sedang sewot. Semakin tampan.

SENO : Tampan? Apalagi jika bersanding dengan perempuan cantik dan hebat sepertimu.

ISTRI : Terima kasih. Oh ya, kau sedang memasang kotak surat baru rupanya?

SENO : Ya, perkenalkan. Ini kotak surat terbaru kita, bagus bukan?

ISTRI : Sangat bagus. Indah sekali. Kapan kau membelinya?

SENO : Membeli? Aku membuat kotak surat ini dengan tanganku sendiri. Sebuah prototip kotak surat konvensional masa depan.

ISTRI : Bisakah Tuan Jenius ini menjelaskan keunggulan kotak surat ini.

SENO : Dengan senang hati, begini (mematut-matut diri dan berdehem seolah dalam resentasi resmi) Jika dilihat dari segi fisik, kotak surat ini memang tak berbeda dengan kotak surat pada umumnya. Tapi ada satu hal yang harus diperhatikan dari kotak surat ini.

ISTRI : Apa itu?

SENO : Bahan!

ISTRI : Bahan? Terbuat dari apakah kotak surat ini?

SENO : Kotak surat ini terbuat dari bahan sintetis penemuan terbaruku. Bahan tersebut akan membuat kotak surat ini tak lekang dimakan usia. Tidak akan berkarat dan rusak. Konstruksinya sangat kokoh. Hujan badai tak akan menggoyahkanya. Tendangan bola nyasar anak-anak tidak akan membuatnya bergetar, apalagi pesok seperti nasib kotak surat kita sebelumnya. Kotak surat ini juga anti air, setetes pun air tak akan mampu meresap ke dalam. Surat-surat dalam kotak tidak akan rusak, akan selalu aman terjaga.

Suhu di dalamnya juga akan tetap terjaga. Sesuai dengan kebutuhan kertas surat. Panas tidak akan berpengaruh sama sekali. Warnanya akan selalu baru, tak akan mengelupas atau luntur dalam lima dekade. Garansi. Satu hal lagi, aromanya. Aroma kotak surat ini sangat berbeda dengan kotak surat dari kayu atau logam. Lebih harum.Bagaimana?

ISTRI : Hebat, aku percaya kotak surat ini tidak akan tergantikan.

SENO : Pasti, sampai anak cucu kita. (beberapa saat terdiam)

ISTRI : Kau rindu anak-anak?

SENO : Bocah-bocah bandel itu? Ah, mereka selalu berbuat atas kemauannya sendiri. Ribut sendiri-sendiri. Bikin kesal. Tak bisakah mereka sekali-sekali ribut dengan orang lain dan bukannya dengan saudara sendiri? Tidak ada yang beres. Darimana mereka punya sifat keras kepala seperti itu?

ISTRI : Sudah, sudah. Aku tahu kamu rindu. Kapan mereka datang?

SENO : Entahlah, tapi mereka tidak akan melupakan hari istimewa ini lagi. Aku sudah menggertak mereka dalam surat. Bahkan sedikit pelajaran kerjasama secara langsung. Semua sudah dalam rencana, mereka pasti akan pulang.

ISTRI : Rencana? Kau tak bilang tentang rencana.

SENO : Tentu, ini rahasia laki-laki.

ISTRI : Baiklah, aku tak mau tahu atau penasaran. Tapi sekarang kita masuk dulu ke dalam rumah. Aku sudah siapkan sarapan istimewa.

SENO : Kau mengajakku masuk kembali ke dalam rumah. Padahal aku baru saja menikmati suasana di luar.

ISTRI : Ayolah, nanti sarapannya dingin, lagi pula kau adalah raja di dalam, bukan tumpukan koran bekas.

SENO : Baiklah, baiklah. (berjalan masuk ke dalam)

LAMPU PADAM


BABAK V

Terdengar bunyi mobil yang mengerem mendadak. Suaranya mencicit diakhiri suara debum. Lalu gaduh orang-orang ribut saling baku hantam. Setting panggung adalah pinggiran hutan dengan batu-batu besar. Re memapah yo ke tengah panggung. Di sana ia menyandarkan yo ke batu besar. Ed kemudian muncul menyeret seseorang, ia menjerembabkan orang itu ke tanah dan menendangnya tanpa ampun. Re melerai, ia memegangi ed. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh lawannya untuk kabur.

ED : Bedebah! Sekali lagi kau sentuh saudaraku, mampus kau di sini! Bangsat! Bajingan!

YO : Sudah, Ed. Sudah. Dia bisa mati nanti. Jangan dikejar, biarkan dia pergi. Kita sama sekali tidak mengenal seluk beluk daerah ini. Jangan cari keributan.

ED : Entah apa mau mereka. Kalian tidak apa-apa? Bagaimana kondisimu Yo?

YO : Aku tidak apa-apa. Hanya memar sedikit.

ED : Kita terjebak di sini. Tak ada yang bakal menolong untuk mengeluarkan mobil kita yang terperosok begitu dalam. Mobil-mobil tak bakal ada yang mau berhenti di tengah hutan ini. Kita terpaksa menunggu sampai fajar.

RE : Kita bisa mati kedinginan.

ED : Tidak mungkin, bukan mati kedinginan, tapi kamu akan mati ketakutan Re. (tertawa kecil)

YO : Sudahlah Ed, jangan memulai. Bagaimana kuliah senimu, Re?

RE : Baik. Semua dalam kendali yang sempurna jika diperbandingkan dengan keadaan mobil kita sekarang. Benar, bukan?

ED : Kau benar. Aku tak bisa membayangkan reaksi Ayah ketika melihat lekukan-lekukan tak lazim di mobil kesayangannya yang seksi ini.

RE : Belum lagi goresan-goresan yang artistik di sana. Wow, pffuuihh .... Tapi tak usah khawatir, semua dapat kita serahkan pada calon ahli bedah kita.

ED : Ya, untung saja ada dia. Paling tidak, ada seseorang yang dapat ditertawakan. Kau tahu kenapa, Re? Karena aku sudah membayangkan, sebagai calon dokter, dia sangat beruntung tidak menjadi calon dokter bedah pertama yang menjadi pasien di ruang operasi. (tertawa bersama re)

YO : Hahaha, terima kasih atas cemoohannya kalian berdua. Lagi pula, Re, apa yang kau lakukan ketika kakakmu ini digebukin orang.

RE : Hei, masih untung aku memapahmu. Lagi pula ada Tuan Jenderal yang bertugas. Sudah menjadi kebiasaan di kesatuan. Bukankah begitu Ed?

ED : Ya, selalu siap melayani Anda.

YO : Ya benar, untung ada Tuan Jenderal. Aduh sial, perutku masih mual kena tinju bajingan itu.

ED : Sudah jangan mengeluh, nanti juga lebih baik. Untung kau tidak kena pukul di muka.Kau harus mulai belajar beladiri, Yo. Lain kali akan kulatih kau.

YO : Sudah-sudah, jangan meledek terus, ingat kita bahkan belum membeli kado untuk Ibu.

ED : Kita bisa beli bunga di jalan besok.

RE : Kok bunga, rasanya seperti menjenguk orang sakit.

YO : Apakah Tuan Seniman kita yang bermimpi dengan karya masterpiece punya usul lain?

RE : Aku? Aku tidak punya usul apapun. Aku bisa membuatkan Ibu sebuah lukisan jika lebih awal diberitahu.

YO : Menghadiahi ibu dengan lukisan abstrakmu itu. Kau bahkan tidak bisa menggambar anatomi dengan benar? Bisa-bisa mukaku jadi lebih jelek daripada kena tonjok.

RE : Aku sedang tidak punya ide atau uang, jadi bagiku asalkan bukan pisau bedah atau pistol, aku setuju.

YO : Lucu sekali, Re.

RE : Apakah komplotan mereka tidak akan datang lagi membawa teman-teman mereka?

ED : Entahlah. Lihat sikumu berdarah Yo. Re, papah kakakmu masuk mobil, cari sesuatu untuk membersihkan lukanya, lalu balut.

YO : Tak apa, biar kubalut sendiri, sudah biasa. Terima kasih. Aku bersyukur dalam keadaan seperti ini ada kalian di sampingku. Aku akan baik-baik saja. (HENING)

ED : Aku akan cari sesuatu untuk membuat perapian. Cobalah untuk istirahat. Kita tidak tahu apa yang bakal kita hadapai besok.

LAMPU PADAM



BABAK VI

Ruang makan. Saat istrinya sibuk membenahi meja makan dan menata hidangan seno muncul membawa kue tar lengkap dengan lilin berbentuk angka 40. Sambil berjalan mendekati istri, seno menyanyikan lagu selamat ulang tahun. setelah selesai, istrinya meniup lilin tersebut dan memberi ciuman pada seno.

ISTRI : Terima kasih atas kuenya sayang.

SENO : Seharusnya bukan aku yang membawakannya. Tapi anak-anak bandel itu, mereka belum juga datang. Dasar! Masak terlambat di ulang tahunmu.

ISTRI : Kau menunggu mereka sayang? Mereka sebentar lagi pasti datang, sabarlah. Bagaimana keadaanmu?

SENO : Aku baik-baik saja, jangan khawatir. Dokter boleh memvonis apapun tentang kesehatanku. Tapi aku yang memiliki tubuh ini. Aku yang paling tahu kondisi tubuhku.Rambutku boleh saja memutih sebelum waktunya. Dagingku boleh jadi hilang digerus penyakit sialan ini. Tapi aku sehat sekali hari ini.

ISTRI : Itu baru seseorang yang kukenal.

SENO : Seseorang yang kau kenal?

ISTRI : Ya, pria yang akan mendampingiku dan memperjuangkannya seumur hidup.

SENO : Tetap saja aku kesal dengan anak-anak itu.

ISTRI : Kamu tahu, sayang, kuakui rencanamu sungguh bagus. Aku tidak bisa membayangkan anak-anak itu berada dalam satu mobil. Pasti mereka saling diam. Begitu membosankan perjalanan mereka.

SENO : Itu tidak mungkin. Aku sudah mengatur sedikit guncangan-guncangan.

ISTRI : Guncangan?

SENO : Kau lihat saja hasilnya nanti.

ISTRI : Bagaimana kalau mereka tidak akur?

SENO : Mereka kan punya kebutuhan. Meraka nantinya toh akan memutuskan di mana mereka istirahat, makan, pergantian menyetir, cari penginapan, buang air, merekabutuh berkomunikasi. Mereka sudah dewasa, mereka akan saling mengerti, saling terbiasa dengan karakter satu sama lain. Mereka harus bersatu. Bukankah pada dasarnya mereka sama? Mereka akan menjadi saudara yang sempurna. Mereka punya kenangan kebersamaan. Mereka akan mendapatkannya lagi.

ISTRI : Kau benar sayang. Aku yakin semua akan berjalan sesuai rencanamu. Walaupun aku tidak tahu maksudmu melakukan semua ini.

SENO : Setidaknya, dengan upayaku ini, nantinya ada yang akan mendampingimu, menghiburmu, meramaikan rumah ini nantinya jika waktuku ….

LAMPU PADAM

BABAK VII

Ed, Yo, dan Re sudah menginjak halaman rumah ayah mereka.

RE : Ah, Akhirnya kita sampai.

ED : Ah, akhirnya, rumahku istanaku, kasur empukku, apakah masih ada ya?

YO : Ah, pegal sekali (menggeliat)

ED : Ayo lekas masuk, jangan biarkan Ibu menunggu, lagipula jangan membuat Ayah keluar. Aku tak mau melihat reaksinya melihat mobilnya yang kita bawa.

YO : Hei, lihat ayah memasang kotak surat baru!

ED : Ya, bagus sekali. Sangat jauh berbeda dengan kotak surat yang kau buat ya Re.

YO : Jika maksudmu kotak surat yang penyok terkena lemparan anak-anak iseng itu, kau benar, sangat jauh berbeda kelas. Kotak ini sangat elegan, begitu kokoh. Lekukannya sangat halus. Sempurna. Benar-benar kotak surat yang bagus.

RE : Ah, itu kan pengamatan dari orang yang tidak punya nilai rasa seperti kalian. Tapi hei, lihat ada yang aneh dengan kotak surat ini.

YO : Sesuatu yang aneh? Kotak surat ini bagus, tidak ada yang aneh. Sudahlah, Re, jangan bertingkah menutupi ego senimu.

RE : Hei, lihatlah dengan seksama. Di mana ya lubang kotak surat ini?

ED : Lubang kotak surat? Benar juga, di mana ya Ayah meletakkannya?

YO : Hei, kotak surat ini tidak memiliki lubang!

mereka berpandang-pandangan heran. tapi tak lama mereka kemudian berpaling ke arah pintu rumah. bersama-sama mereka berteriak.

ED, YO, DAN RE : Ayah.... Ibu.... Kami pulang….




TAMAT

BIODATA PENULIS

Mochammad Asrori dilahirkan di kota Surabaya, 24 Juni 1980. Alumni Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Negeri Surabaya. Menulis esai, cerpen, dan puisi di tengah rutinitas sebagai wartawan Glocal Magazine. Saat ini bergiat di komunitas penulis Warung Fiksi. Alamat: Dsn. Sidonganti RT.02/RW.01, Ds. Ngingasrembyong, Sooko, Mojokerto, 61361. Email: rori_story@yahoo.com. Ponsel: 085 231 586 507

Sabtu, 01 Mei 2010

Marah Roesli

Marah Roesli atau Marah Rusli bin Abu Bakar (lahir di Padang, Sumatera Barat pada 7 Ogos 1889, dan meninggal di Bandung, Jawa Barat pada 17 Januari 1968) adalah pengasas novel moden Indonesia. Beliau dari generasi pengarang Balai Pustaka.

Namanya terkenal kerana novel percintaan Siti Nurbaya yang diterbitkan pada tahun 1920.Siti Nurbaya seorang wanita yang dipaksa oleh orangtuanya dengan lelaki yang tidak dicintainya. Pengarang Minangkabau lain, seperti Hamka, Ali Akbar Navis, dan Abdul Muis banyak menulis novel dengan latar belakang kemiskinan dan budaya Minangkabau, Sumatera.

Ayah Marah Roesli ialah Sultan Abu Bakar, seorang bangsawan di Padang. Marah Roesli berkahwin dengan seorang gadis Sunda yang lahir di Bogor pada tahun 1911.Mereka mendapat tiga anak, dua anak laki-laki dan satu perempuan. Pernikahan ini tidak diingini oleh orang tuanya.


Seperti Taufik Ismail dan Asrul Sani, Marah Roesli juga seorang ahli vetrina sehingga 1952.Beliau mendapat sumber ilham dari kisah masyarakat di Sumatera Barat, dan membaca buku sastra.

HB Jassin mengangkat beliau sebagai "Bapak Novel Indonesia Modern". Sebelum novel pertama ditulis di Indonesia, sastera itu lebih mirip dengan cerita rakyat.

Novel Siti Nurbaya terpapar emansipasi wanita.Wanita itu mula berfikir tentang hak-hak yang sama dengan lelaki. Wanitanya mahu berdikari, tidak semestinya menurut kata ibu bapa dan boleh membuat keputusan sendiri.

Bibliografi

1. Siti Nurbaya - diterjemahkan ke bahasa Russia.
2. La Hami (1924)
3. Anak dan kemenakan (1956)
4. Memang Jodoh (jawi)
5. Tesna Zahera (drama)
6. Gadis yang Malang (novel diterjemahkan daripada Charles Dickens, 1922)